MERDEKA.....!!!!!! |
1. KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU
Oleh : Taufiq Ismail
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang
menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang
menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong
siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena
seratus juta penduduknya,
Kembalikan Indonesia padaku
Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main
pingpong siang malam
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang
pelan-pelan tenggelam
lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa
berenang-renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang
menganga,
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala
bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang
berenang-renang
sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam
dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar
lautan,
Kembalikan Indonesia padaku
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong
siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang
menyala bergantian,
Kembalikan Indonesia padaku
2. KETIKA INDONESIA DIHORMATI DUNIA
Oleh : Taufiq Ismail
Dengan rasa rindu kukenang pemilihan umum setengah
abad yang lewat
Dengan rasa kangen pemilihan umum pertama itu ku catat
Peristiwa itu berlangsung tepatnya di tahun lima puluh
lima
Ketika itu sebagai bangsa kita baru sepuluh tahun
merdeka
Itulah pemilihan umum yang paling indah dalam sejarah
bangsa
Pemilihan umum pertama, yang sangat bersih dalam
sejarah kita
Waktu itu tak dikenal singkatan jurdil, istilah jujur
dan adil
Jujur dan adil tak diucapkan, jujur dan adil Cuma
dilaksanakan
Waktu itu tak dikenal istilah pesta demokrasi
Pesta demokrasi tak dilisankan, pesta demokrasi cuma
dilangsungkan
Pesta yang bermakna kegembiraan bersama
Demokrasi yang berarti menghargai pendapat berbeda
Pada waktu itu tak ada huru-hara yang menegangkan
Pada waktu itu tidak ada setetes pun darah ditumpahkan
Pada waktu itu tidak ada satu nyawa melayang
Pada waktu itu tidak sebuah mobil pun digulingkan lalu
dibakar
Pada waktu itu tidak sebuah pun bangunan disulut api
berkobar
Pada waktu itu tidak ada suap-menyuap, tak terdengar
sogok-sogokan
Pada waktu itu dalam penghitungan suara, tak ada
kecurangan
Itulah masa, ketika Indonesia dihormati dunia
Sebagai pribadi, wajah kita simpatik berhias senyuman
Sebagai bangsa, kita dikenal santun dan sopan
Sebagai massa kita jauh dari kebringasan, jauh dari
keganasan
Tapi enam belas tahun kemudian, dalam 7 pemilu
berturutan
Untuk sejumlah kursi, 50 kali 50 sentimeter persegi
dalam ukuran
Rakyat dihasut untuk berteriak, bendera partai mereka
kibarkan
Rasa bersaing yang sehat berubah jadi rasa dendam
dikobarkan
Kemudian diacungkan tinju, naiklah darah, lalu
berkelahi dan berbunuhan
Anak bangsa tewas ratusan, mobil dan bangunan dibakar
puluhan
Anak bangsa muda-muda usia, satu-satu ketemu di jalan,
mereka sopan-sopan
Tapi bila mereka sudah puluhan apalagi ratusan di
lapangan
Pawai keliling kota, berdiri di atap kendaraan,
melanggar semua aturan
Di kepala terikat bandana, kaus oblong disablon, di
tangan bendera berkibaran
Meneriak-neriakkan tanda seru dalam sepuluh kalimat
semboyan dan slogan
Berubah mereka jadi beringas dan siap mengamuk,
melakukan kekerasan
Batu berlayangan, api disulutkan, pentungan diayunkan
Dalam huru-hara yang malahan mungkin, pesanan
Antara rasa rindu dan malu puisi ini kutuliskan
Rindu pada pemilu yang bersih dan indah, pernah
kurasakan
Malu pada diri sendiri, tak mampu merubah perilaku
bangsaku.
3. GUGUR
Oleh : W.S. Rendra
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
" Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang."
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata :
"Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
“Alangkah gemburnya tanah di sini!"
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
4. SAJAK SEORANG TUA TENTANG BANDUNG
LAUTAN API
Oleh :W.S. Rendra
Bagaimana mungkin kita bernegara
Bila tidak mampu mempertahankan wilayahnya
Bagaimana mungkin kita berbangsa
Bila tidak mampu mempertahankan kepastian hidup
bersama ?
Itulah sebabnya
Kami tidak ikhlas menyerahkan Bandung kepada tentara
Inggris
dan akhirnya kami bumi hanguskan kota tercinta itu
sehingga menjadi lautan api
Kini batinku kembali mengenang
udara panas yang bergetar dan menggelombang, bau asap,
bau keringat
suara ledakan dipantulkan mega yang jingga, dan kaki
langit berwarna kesumba
Kami berlaga
memperjuangkan kelayakan hidup umat manusia.
Kedaulatan hidup bersama adalah sumber keadilan merata
yang bisa dialami dengan nyata
Mana mungkin itu bisa terjadi
di dalam penindasan dan penjajahan
Manusia mana
Akan membiarkan keturunannya hidup
tanpa jaminan kepastian ?
Hidup yang disyukuri adalah hidup yang diolah
Hidup yang diperkembangkan
dan hidup yang dipertahankan
Itulah sebabnya kami melawan penindasan
Kota Bandung berkobar menyala-nyala tapi kedaulatan
bangsa tetap terjaga
Kini aku sudah tua
Aku terjaga dari tidurku
di tengah malam di pegunungan
Bau apakah yang tercium olehku ?
Apakah ini bau asam medan laga tempo dulu
yang dibawa oleh mimpi kepadaku ?
Ataukah ini bau limbah pencemaran ?
Gemuruh apakah yang aku dengar ini ?
Apakah ini deru perjuangan masa silam di tanah
periangan ?
Ataukah gaduh hidup yang rusuh karena dikhianati dewa
keadilan.
Aku terkesiap. Sukmaku gagap. Apakah aku dibangunkan
oleh mimpi ?
Apakah aku tersentak
Oleh satu isyarat kehidupan ?
Di dalam kesunyian malam
Aku menyeru-nyeru kamu, putera-puteriku !
Apakah yang terjadi ?
Darah teman-temanku
Telah tumpah di Sukakarsa
Di Dayeuh Kolot
Di Kiara Condong
Di setiap jejak medan laga. Kini
Kami tersentak,
Terbangun bersama.
Putera-puteriku, apakah yang terjadi?
Apakah kamu bisa menjawab pertanyaan kami ?
Wahai teman-teman seperjuanganku yang dulu,
Apakah kita masih sama-sama setia
Membela keadilan hidup bersama
Manusia dari setiap angkatan bangsa
Akan mengalami saat tiba-tiba terjaga
Tersentak dalam kesendirian malam yang sunyi
Dan menghadapi pertanyaan jaman :
Apakah yang terjadi ?
Apakah yang telah kamu lakukan ?
Apakah yang sedang kamu lakukan ?
Dan, ya, hidup kita yang fana akan mempunyai makna
Dari jawaban yang kita berikan.
5. DOA SEHELAI DAUN KERING
Oleh: Emha Ainun Nadjib
Janganku suaraku, ya 'Aziz
Sedangkan firmanMupun diabaikan
Jangankan ucapanku, ya Qawiy
Sedangkan ayatMupun disepelekan
Jangankan cintaku, ya Dzul Quwwah
Sedangkan kasih sayangMupun dibua ng
Jangankan sapaanku, ya Matin
Sedangkan solusi tawaranMupun diremehkan
Betapa naifnya harapanku untuk diterima oleh mereka
Sedangkan jasa penciptaanMupun dihapus
Betapa lucunya dambaanku untuk didengarkan oleh mereka
Sedangkan kitabMu diingkari oleh seribu peradaban
Betapa tidak wajar aku merasa berhak untuk mereka
hormati
Sedangkan rahman rahimMu diingat hanya sangat sesekali
Betapa tak masuk akal keinginanku untuk tak mereka
sakiti
Sedangkan kekasihMu Muhammad dilempar batu
Sedangkan IbrahimMu dibakar
Sedangkan YunusMu dicampakkan ke laut
Sedangkan NuhMu dibiarkan kesepian
Akan tetapi wahai Qadir Muqtadir
Wahai Jabbar Mutakabbir
Engkau Maha Agung dan aku kerdil
Engkau Maha Dahsyat dan aku picisan
Engkau Maha Kuat dan aku lemah
Engkau Maha Kaya dan aku papa
Engkau Maha Suci dan aku kumuh
Engkau Maha Tinggi dan aku rendah serendah-rendahnya
Akan tetapi wahai Qahir wahai Qahhar
Rasul kekasihMu maíshum dan aku bergelimang hawaí
Nabi utusanmu terpelihara sedangkan aku
terjerembab-jerembab
Wahai Mannan wahai Karim
Wahai Fattah wahai Halim
Aku setitik debu namun bersujud kepadaMu
Aku sehelai daun kering namun bertasbih kepadaMu
Aku budak yang kesepian namun yakin pada kasih sayang
dan pembelaanMu
6. KRAWANG-BEKASI
Oleh: Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan
arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang
berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan
dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
7. TANAH AIR MATA
Oleh : Sutardji Calzoum
Bachri
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata
8. JEMBATAN
Oleh : Sutardji Calzoum Bachri
Sedalam-dalam sajak
takkan mampu menampung airmata bangsa.
Kata-kata telah lama
terperangkap dalam basa-basi
dalam teduh pekewuh dalam
isyarat dan kisah tanpa makna.
Maka aku pun pergi
menatap pada wajah berjuta.
Wajah orang jalanan yang
berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur.
Wajah yang ditilang
malang.
Wajah legam
para pemulung yang
memungut remah-remah pembangunan.
Wajah yang hanya mampu
menjadi sekedar penonton etalase indah di berbagai palaza.
Wajah yang diam-diam
menjerit
mengucap
tanah air kita satu
bangsa kita satu
bahasa kita satu
bendera kita satu !
Tapi wahai saudara satu
bendera,
kenapa sementara jalan
jalan mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota,
jembatan-jembatan tumbuh
kokoh
merentangi semua sungai
dan lembah yang ada,
tapi siapakah yang akan
mampu menjembatani jurang
di antara kita ?
Di lembah-lembah kusam
pada puncak tilang kersang
dan otot linu mengerang
mereka pancangkan koyak-miyak bendera hati
dipijak ketidakpedulian
pada saudara.
Gerimis tak mampu
mengucapkan kibarnnya.
Lalu tanpa tangis mereka
menyanyi padamu negeri airmata kami.
9. ORANG-ORANG MISKIN
Oleh : W.S. Rendra
Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam
selokan,
yang kalah di dalam
pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka
ditinggalkan.
Angin membawa bau baju
mereka.
Rambut mereka melekat di
bulan purnama.
Wanita-wanita bunting
berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan
raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang
berdosa.
Bayi gelap dalam batin.
Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan
mereka,
di jalan kamu akan diburu
bayangan.
Tidurmu akan penuh
igauan,
dan bahasa anak-anakmu
sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara
ini kaya
karena orang-orang
berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu
kaya
bila tetanggamu memakan
bangkai kucingnya.
Lambang negara ini
mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak
perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan
jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di
jalan
masuk ke dalam tidur
malammu.
Perempuan-perempuan bunga
raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari
jalanan
meraba-raba kaca
jendelamu.
Mereka tak bisa kamu
biarkan.
Jumlah mereka tak bisa
kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi
pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka
agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan
tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden
presidenan
dan buku programma gedung
kesenian.
Orang-orang miskin
berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang
selalu ada,
bagai gerimis yang selalu
membayang.
Orang-orang miskin
mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka
sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah
Ibrahim
10. PRESIDEN BOLEH PERGI, PRESIDEN BOLEH
DATANG
Oleh: Taufiq Ismail
Sebuah orde tenggelam
sebuah orde timbul
tapi selalu saja ada
suatu lapisan masyarakat di atas gelombang itu
selamat
Mereka tidak mengalami
guncangan yang berat
Yang selalu terapung di
atas gelombang
Seseorang dianggap tak
bersalah sampai dia dibuktikan hukum bersalah
Di negeri kami ungkapan
ini begitu indah
Kini simaklah sebuah
kisah
Seorang pegawai tinggi
gajinya satu setengah juta rupiah
Di garasinya ada Volvo
hitam, BMW abu-abu,
Honda metalik, dan
Mercedes merah
Anaknya sekolah di
Leiden, Montpellier dan Savana
Rumahnya bertebaran di
Menteng, Kebayoran dan macam-macam indah
Setiap semester ganjil
istri terangnya belanja di Hongkong dan Singapura
Setiap semester genap
istri gelapnya liburan di Eropa dan Afrika
Anak-anaknya ....
Anak-anaknya pegang dua
pabrik, tiga apotik dan empat biro jasa
Selain sepupu dan
kemenakannya buka lima toko onderdil,
lima biro iklan, dan empat
pusat belanja.
Ketika rupiah anjlok
terperosok, kepeleset macet dan hancur jadi bubur,
dia, hah!
dia ketawa terbahak-bahak
karena depositonya dolar Amerika semua
Sesudah matahari dua kali
tenggelam di langit Barat,
jumlah rupiahnya melesat
sepuluh kali lipat
Krisis makin menjadi-jadi
Di mana-mana orang antri
Maka 100 kotak kantong
plastik hitam dia bagi-bagi
Isinya masing-masing:
Lima genggam beras, empat
cangkir minyak goreng,
dan tiga bungkus mie
cepat jadi.
Peristiwa murah hati ini
diliput dua menit di kotak televisi
dan masuk koran halaman
lima pagi sekali
Gelombang mau datang,
Datang lagi gelombang
setiap bah air pasang
Dia senantiasa terapung
di atas banjir bandang
Banyak orang tenggelam
toh mampu timbul lagi
lalu ia berkata sambil
berdiri:
Yaaa... masing-masing
kita kan punya sejeki sendiri-sendiri
Seperti bandul jam
bergoyang-goyang kekayaan misterius mau diperiksa
Kekayaan... tidak jadi
diperiksa
Kakayaan... mau diperiksa
Kekayaan... tidak jadi
diperiksa
Kekayaan... mau diperiksa
Kekayaan... tidak jadi
diperiksa
Kekayaan... harus
diperiksa
Kekayaan... tidak jadi diperiksa
No comments:
Post a Comment