6 Maret 2015
Adalah sebuah novel karya Buya Hamka.
Buya Hamka lahir pada tahun 1908 di desa kampung
Molek, Meninjau, Sumatera Barat, HAMKA sendiri merupakan singkatan dari nama
beliau yakni Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Karya beliau ini merupakan novel
sastra yang syarat dengan romantisme dan nilai-nilai kehidupan yang patut kita
contoh. Bukan sekedar romantisme kisah cinta yang hendak dipesankan Sang
Penulis, namun lebih kepada nilai-nilai kehidupan yang mengajaarkan kita untuk
tetap semangat menjalani kehidupan dengan segala cobaan dan ujian. Terjatuh
untuk bangkit kembali, jatuh lagi dan untuk bangkit kembali. Bukankah hidup
untuk dijalani? Bukan sebaliknya hanya untuk diratapi...?
Dalam postingan kali ini, blogger mencoba
menyajikan sebuah Saduran dari novel
”Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” yang merupakan karya Sastrawan Indonesia
yaitu Buya Hamka. Namun bukan saduran dalam bentuk cerita atau resume melainkan
ke dalam bentuk puisi. Postingan ini berawal dari blogger tertarik akan film “Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck” sutradara Sunil Soraya yang merupakan jelmaan dari Novel “Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck” karya Buya Hamka.
Puisi dalam postingan ini adalah insfirasi
blogger sendiri setelah menonton film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” akan
tetapi tetap menjaga isi dan pesan yang disampaikan dalam film dan novel
tersebut. Sebagai contoh masih ada beberapa kutipan surat dan kata-kata dari
pemeran dalam film tersebut. Kalo dipersentasekan, ya.... kurang lebih 70%
insfirasi dan 30% kutipan, hehehe..
Selamat
membaca...!
“... jangan bersedih, jangan
putus asa. Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa tangis, bukan membuat
kita putus asa. Sebaliknya ia menguatkan hati, menghidupkan semangat ...”
Panas ada teduhnya, hujan
pun ada redanya
Menjadi awal sebuah kisah
Kisah anak manusia
Redanya hujan dibawah
setangkai payung
Tumbuhnya cinta dibawah
rahmat Sang Agung
Adat
dijunjung tinggi
Cinta
dipendam hati
Agama
tak tertandingi
“Jangan
kau kecewakan hati,
Orang
yang hendak berteduh di dalamu”
Seberat apapun janji
Cinta adalah cinta
Sebab itu adalah hakikatnya
Inginku bawa cinta dan
wujudmu
Bersama melangkah mencari
harapan
Apa daya
diriku tak kuasa
Sebab
adat dan budaya
Cukup
selendang ini ku buat azimat
Mewakili
cinta dan wujudmu
Kecantikanmu
bak namamu, Hayati... (kecantikan ciptaan alam)
Di gelanggang bukit Ambacang
Kuda berpacu dengan cepatnya
Namun tak secepat hatiku tuk
melupakanmu
Tak hanya dirimu, rupamu pun
kini jauh...
Bagi
dirimu...
Begitu
cepat sumpah itu kau lupakan
Secepat
kuda berpacu di ambacang
Saat janji teringkari
Saat itu pula hati tersakiti
Keihklasan harus tunduk pada
sebuah kesepakatan (adat)
Hanya demi sebuah materi dan
hawa nafsu
Bukankah cinta mengajarkan
kita untuk kuat?
Bukan menjadi lemah
Cinta
bukan melemahkan semangat
Namun
membangkitkan semangat
Tak peduli
sampai sejauh mana kita tersesat
Namun
pada kebenaranlah kita kembali jua
Ini bukan sekedar kisah
cinta
Bukan pula sekedar sejarah
manusia
Ini adalah proses dari cinta
Proses hidup yang di
dalamnya ada manusia
Saat
diri merasa “Teroesir”
“Kemana Akoe akan poelang”
Saat
itulah hidup makin ku dalami
Hidup
tak untuk diratapi, tapi untuk dijalani
Hidup di dunia ini tak
selamanya bertuah (beruntung)
Tak selamanya berwujud
sebuah kemuliaan
Ada hati yang begitu malang
Hanya karena “Permataku jang hilang”
Permata
hatiku yang berwujud
Permata
hatiku yang tak nyata
Cinta
hati kini telah mati
Terbawa
bersama semangat ke kubur cinta
Maaf adalah kata yang begitu
tulus
Namun memaafkan tak
selamanya ikhlas
Kejam sungguh kejam...
Sakit hati jauh lebih dalam
Ini bukan
perkara salah dan benar
Tapi
siapa diantara kita yang lebih kejam..??!!
“Pantang pisang berbuah dua kali”
“Pantang ... tuk makan sisa”
Nafsu telah di ubun-ubun
Egopun tersulut bara emosi
Van Der Wijck terapung
dengan kokohnya
Hati seakan menolak
melihatnya
Jantung
kian berdetak
Kaki
seakan terpaku dibumi
Terasa
ku kan karam dilautan
Dan tak
kan timbul lagi...
“Pergantungan
jiwaku, “.....”
“Sungguh
besar harapanku untuk hidup bersamamu. Supaya mimpi yang telah kau pahat sekian lamanya akan terlaksana. Agar semua
kesalahan saya terhadapmu saya tebus semula. Namun impian saya akan terus
selamanya menjadi mimpi karena kau sendiri telah menutup pintu dihadapan saya. Kau
haramkan aku memasukinya sebab engkau ingin luahkan segala dendam dan segala
kesakitan yang telah lama bersarang dalam dirimu. Untuk membalas dendam itu,
kau ambil keputusan amat kejam. Kau renggut tali harapanku padahal pada tali
itu juga harapanmu sendiri bergantung. Oleh karena itu, percayalah “...”.
hukuman ini bukan memberikan kesan pada saya seorang tetapi pada kita berdua
karena saya tahu bahwa kau masih mencintaiku...
“...”
saya akan pulang. Hanya ada dua yang ku tunggu di Batipuh. Pertama, menunggu
kedatanganmu kembali untuk menjemputku. Kedua, menunggu maut datang
menjemputku. Apabila kau tidak pernah datang kembali kepadaku. Cuma satu
pengharapan terakhirku, heningkan hatimu kembali, sama-sama kita lepaskan
kekecewaan yang lalu. Maafkan saya, cintai saya kembali. “...” kau yang
terpatri di dalam do’aku ketika saya menghadap Tuhan di akhirat. Jika saya mati
lebih dulu dari padamu, jangan kau berduka, melainkan berdo’alah untukku pada
Tuhan. Selamat tinggal wahai orang yang kucintai di dunia ini. Aku mencintaimu
... Semoga Tuhan merahmati hati kita”.
Dan
diapun belum mati
Dia masih
hidup...
Disini,
di dalam helaian ini,
“Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck”
Demikian
saduran “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” dalam bentuk puisi yang blogger coba
tuliskan untuk para pembaca. Tak ada yang sempurna dalam hidup ini. Saran dan
masukan blogger tunggu di www.facebook.com//KemHie atau silahkan langsung di kolom Komentar di
bawah ini.
Semoga Bermanfaat...Amin.
No comments:
Post a Comment