Kawin Lari ternyata bukanlah istilah yang negatif bagi sejumlah suku di Indonesia.
Buktinya, Kawin Lari bagi suku sasak menunjukkan harga diri seorang
pria. Jangan sekali-kali datang kerumah calon dengan membawa mahar. Bagi
orang Sasak, Sang pria harus melarikan sang gadis dari rumah sebagai
maksud melamarnya.
Usia kampung ini sudah mencapai 300-an. Ketika kebanyakan generasi baru di Pulau Lombok
mulai beralih pada modernitas, tidak dengan warga kampung disini. Sade
ditempati warga suku Sasak asli yang masih mempertahankan originalitas
adat istiadat. Dusun ini terletak di provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya di Desa Rambitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Letak dusun ini agak ke selatan pulau Lombok.
Disinilah warga Sasak mempertahankan budaya aslinya sampai 15 generasi. Kampung ini bukan museum. Ini kampung adat
yang ditempati oleh penduduk. Memang tidak ada pantangan untuk menikah
dengan orang non-Sasak. Hanya saja demi mempertahankan adat, mereka
menikah sesama sepupu. Kini kampung Sade didiami 150 rumah dengan total
700 penduduk.
Siang hari di Lombok sangat terik. Namun kampung adat ini sangat
rindang dengan atap rumah yang saling berdekatan. Tidak semua penduduk
bisa berbahasa Indonesia apalagi manula. Kami ditemani oleh seorang
pemandu bernama Pak Enok.
“Pekerjaan utama kami disini petani. Kami menggunakan sistem sawah
tadah hujan dengan panen 1 kali setahun. Karena wilayahnya kering dan
tak memiliki irigasi, kami juga menanam dengan cara palawija”, tutur Pak
Enok.
Ada beberapa jenis bangunan ala suku sasak disini. Alang/Sambi
merupakan Lumbung Padi/tempat penyimpanan padi. Ada 5-6 keluarga yang
menyimpan padi disini untuk di konsumsi sendiri.
“Kita simpan padi disini untuk persediaan kalau gagal panen. Jika
lumbung padi tidak berfungsi, maka bisa dipakai untuk tidur anak
remaja”, tutur Pak Enok.
Tipe pertama rumah Suku Sasak disebut Bale Bontar. Tipe rumah dengan keluarga yang beranak lebih dari satu. Ada lagi yang disebut Bale Podong
. Bahasa arsitekturnya rumah minimalis. Di pakai orang sasak yang baru
nikah atau keluarga kecil. Bisa juga untuk orang tua yang menghabiskan
masa tua. Tipe rumah terakhir disebut Bale Tani – seperti rumah Joglo.
Atapnya terbuat dari alang-alang yang bisa bertahan 7 – 10 tahun.
“Atap yang dari alang-alang ini tidak mungkin bocor. Kami juga tidak
melapisinya dengan plastik. Satu rumah bisa menghabiskan 25 pikul
alang-alang lalu dianyam pakai bambu”, ucap Enok.
“Lantai rumah kami dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran sapi.
Setiap satu minggu pel-nya pakai kotoran kerbau/sapi yang masih fresh.
Keistimewaannya menghilangkan debu, menghangatkan di malam hari dan
mengeraskan lantai”, lanjutnya. “Di dalam rumah suku asli Sasak tidak
ada ventilasi dan jendela. Hal ini mencerminkan perilaku kehidupan kita
supaya tidak melihat/menyalahkan orang lain namun teruslah koreksi diri
sendiri”.
Rumah disini tidak ada kamar mandi/toilet. Hanya ada toilet bersama
berupa MCK (Mandi-Cuci-kakus) yang disediakan oleh pemerintah. Dulunya
dilakukan secara illegal di semak semak.
Beginilah uniknya suku asli Sasak di Kampung Sade. Disini para
pejuang cinta melarikan wanita yang dicintai dari orang tuanya. Satu
cewek bisa dikompetisi oleh banyak cowok. Tentu saja berkompetisi secara
sehat, tidak berantem .
Kawin lari ini tentu dengan kesepakatan kedua belah pihak. Si pria
tidak asal menculik gadisnya. Ketika sang gadis bersedia, malam
penculikan bisa saja terjadi. Tentu saja, orang tua tidak boleh tau
mengenai rencana pelarian ini. Jika melamar langsung bisa melanggar
adat. Alasannya sederhana, agar supaya anak gadisnya tidak dianggap
minta seperti barang.
Keesokan harinya setelah malam pelarian itu– selabar – sebagai
utusan melapor ke kepala suku menjelaskan bahwa ada anak gadis yang
dilarikan. Tahap selanjutnya barulah bertemu orang tua.
Uniknya lagi, jika malam pelarian itu ketahuan oleh pihak orang tua
maka pernikahan tidak bisa dilaksanakan. Jika gagal ada sangsi di pagi
harinya. Nah, oleh karena itu perlu ada scenario yang matang untuk
melarikan anak gadis orang (haha). Ada denda sesuai adat jika gagal
melakukan pelarian.
Sumber: http://palingindonesia.com
No comments:
Post a Comment