Sunday, January 19, 2014

Loyok, Surga seni yang mati suri

Loyok, 20 Januari 2014

Kamis tanggal 21 Februari 2013 kemarin aku bersama teman baruku sebut saja Dayak dari Banten dan Ratih dari mamuju mengajakku berkeliling sebagai selingan dari kegiatan pelayaran Nusantara yang di ikutinya yang telah selasai sampai Labuhan Haji Lombok Timur.

Aku mengajak mereka ke suatu tempat yang menyediakan cendera mata sebagai oleh-oleh  nanti kalau pulang kampung. aku dan temanku Hanapi yang di jadikannya sebagai penunjuk arah lansung saja tancap gas....
perjalanan kami mulai dari selong menuju Loyok, Sebuah desa di utara kecamatan sikur yang merupakan
sentra pengerajin bambu. di sepanjang perjalanan, Ratih (Temanku itu) terkagum-kagum melihat pemandangan sekitar berupa sawah dan pepohonan yang hijau yang saya sendiri merasa biasa-biasa saja (maklum sudah Sering liat) dan dia juga memuji-muji udara yang dingin dan masih belum tercemar,

setiba disana, kami melihat beberapa artshop berjejer di sekitar jalan.
Di sebuah artshop yang dimiliki oleh Seorang Ibu Paruh baya, sebut saja buk Hajjah karena kami lupa menanyakan nama beliau, kami kemudian memilih cendramata yang hendak di beli oleh kawanku Dayak. sungguh barang-barang yang memiliki nilai seni yang tinggi. sebilah bambu mampu dijadikan berbagai macam karya seni tinggi, diantaranya  Dedungki, gandek, fas bunga, kap lampu, keranjang sampah, tempat alat tulis dan lain-lain. tidak heran melihat semua karya indah buk hajjah dan suaminya karena ini adalah perkerjaan yang telah dilakoninya secara turun temurun. ibu Hajjah sendiri sudah mulai membuat kerajinan bambu sejak di bangku SD.

Bukan hanya itu yang membuat kami tercengang.. ketika kami beranjak ke ruangan sebelah kami jumpai seorang pemuda yang sedang asyik memegang jarum dan serat pohon pisang. kami masih bingung apa yang sedang dikerjakan pemuda tersebut. setelah kami dekati ternyata dia sedang membuat lukisan dari pohon kpisang. karya seni yang tidak kalah tingginya dari kerajinan bambu yang disana. Alam, demikian panggilan pemuda itu. dia terlihat begitu asyik bergelut dengan jarum dan pelapah pisang sambil di temani kopi dan posotan (Tembakau yang di gulung dengan kertas rokok) membuatnya seakan tidak kehabisan imajinasi. sesekali dia menghisap posotannya sambil berimajinasi.

Di iringi lagu-lagu Iwan Fals kami mengobrol ringan dengan Alam menanyakan beberapa hal kepadanya. Alam mungkin adalah seorang yang memiliki talenta yang luar biasa walaupun tidak cukup terkenal karena belum masuk TV ha...ha.. tapi dari seputar pengalaman yang diceritakan saya tidak hentinya terkagung dengan dia. mulai dari harga lukisan yang berukuran kecil itu ternyata lebih dari 3 juta sampai jam terbangnya mengikuti berbagai pameran lukisan.

sambil mengobrol dengan Alam, di ruangan sebelah Dayak sedang asyik berbincang dengan buk hajjah tidak jarang juga Dayak melakukan tawar menawar dengan bu Hajjah sampai akhirnya kedua belah pihak sepakat menentukan harga. sambil kami berfose di depan kamera sebagai dokumentasi. temanku Ratih tentunya yang paling sering berfoto dengan berbagai gaya.


itulah kurang lebih cerita kami di Desa loyok sebuah surga seni yang mati suri. yang pernah mengalami masa kejayaan sebagai sentra kerajinan yang mendatangkan puluhan wisatawan mancanegara dalam sehari. pendapatan dari penduduk desa tersebut menurun setelah tragedi Bom Bali dulu yang saudara-saudara kita disana terkena imbasnya.




Sumber: http://allaboutsasak.blogspot.com (23 Februari 2013)