Sunday, November 2, 2014

Mencari Jodoh Ala Islam

02 Nopember 2014

Tidak sedikit yang ditempuh para remaja sehingga menemukan jodohnya, tetapi banyak juga yang sebenarnya keliru namun tidak disadari.  Ketika semuanya terjadi dan punya anak, tidak ada lagi perasaan salah,  karena  proses adaptasi yang kuat sehingga terperangkap dalam subjektifitas  posisinya. Kesalahan dalam memilih calon pasangan hidup itu terletak pada beberapa hal, yaitu motivasi, jalan yang ditempuh, dan pandangan hidup yang mendasari penilaiannya. Yang lebih krusial sebenarnya  persoalan cinta yang dianggap sama dengan birahi, justru menjadi faktor dominan dalam memilih calon pasangan, sehingga  mengalahkan  pendekatan intlektual dan spiritual. Padahal pendekatan terahir ini justru lebih sempurna, tetapi kebanyakan remaja tidak sanggup untuk menjangkaunya, bahkan dianggapnya  kontra produktif terhadap intlektualitas, apa lagi terhadap dorongan libido. Pandangan yang keliru menyebabkan remaja tidak memiliki standar dan neraca keseimbangan bagi pasangan (kafa’ah) yang mengakibatkan terjadinya beberapa kemungkinan buruk dalam keluarga, yaitu ketidak harmonisan atau perceraian, keturunan yang rusak, tidak terbangunnya agama dalam keluarga,  atau  terjadinya poligami tanpa alasan yang mendasar.
Mencari calon pasangan hidup memang gampang-gampang susah, gampangnya kalau dihitung dengan akal, susahnya karena soal jodoh bukan  domain akal.   
Beberapa  aspek yang ikut  terlibat dalam memilih calon pasangan hidup antara lain aspek emosi, intlektual dan aspek spiritual - Itu semua setelah yang berangkutan memiliki  kesadaran  kuat akan keberadaannya-. Aspek  emosi diperlukan sebagai pendorong lahirnya keinginan untuk berkeluarga, aspek  intlektual berguna dalam memberikan berbagai pertimbangan, dan aspek spiritual dapat  menemukan   sisi gaib  yang lebih hakiki namun tidak dapat dijangkau oleh akal.
Ketiga aspek tersebut sesuai dengan objek (calon)  yang juga memiliki  beberapa dimensi, pertama dimensi fisik dan prilaku biologis yang  dapat dilihat dengan panca indra,kedua, dimensi psikologis yang dapat diamati  melalui gejala tingkah laku  dengan menggunakan pengetahuan atau intlektualitas, dan ketiga, dimensi rohani yang hanya  dapat ”diteropong” menggunakan kekuatan spiritual.
Kriteria laki-laki dan perempuan sebagai objek pilihan yang multi dimensional itu relatif sama, yaitu kecantikan/ketampanan, harta, kedudukan, keturunan, dan agama. Namun keempat hal tersebut  memiliki rincian, porsi dan tingkatannya sendiri-sendiri yang kemudian memerlukan keserasian antara kedua calon yang  disebut dengan ”kafa’ah”.
Kafa’ah inilah yang sebenarnya sangat menentukan kelanggengan hubungan suami-istri, namun tidak sebatas pemahaman klasik, melainkan harus diterjemahkan   sesuai paradigma kekinian yang lebih realistis.
Motivasi Dan Jalan Yang Ditempuh  
Motivasi  utama para remaja mencari calon pasangan hidup pada umumnya karena dorongan libido, sulit bagi nalar mereka bagaimana tanpa dorongan seksual seseorang  dapat mencari jodoh, padahal telah banyak  pasangan yang melangsungkan pernikahan bukan karena dorongan seksual, tetapi karena  kedewasaan intlektualnya bahkan karena ketinggian spiritualitasnya, sehingga  mampu menetralisir emosinya. Ibarat orang  mau makan, biasanya nafsu makan itu menjadi pendorong awal, tetapi  toh masih bisa diimbangi dengan kesadaran ilmiyah menyangkut nutrisi yang dibutuhkan, sehingga dapat memilih mana makanan yang sehat dan mana yang tidak.  
Membangun motivasi ini bukan hal sederhana apalagi bagi ABG. Remaja pada umumnya setelah berkenalan dengan lawan jenis, dan libido telah mendorongnya jatuh cinta, maka semua jalan/alternatif menjadi buntu, dunia menjadi sempit, tidak ada lagi yang namanya kedewasaan berfikir dan kesadaran agama. Oleh karena itu peran orang tua dan pendidikan sangatlah menentukan bagi lahirnya  kedewasaan dan kesadaran tersebut, sehingga motivasi remaja dalam memilih jodoh dapat dibangun.  
Pada umumnya para remaja mendapatkan jalannya sendiri-sendiri, ada yang  karena terjadinya  pertemuan yang intens (seprofesi), ada yang secara aktif  melakukan pendekatan, ada yang melalui perantara, lewat biro jodoh,  chating dan lain-lain, bahkan ada yang mencari jodoh melalui dukun.
Sebenarnya agama itu memberi kebebasan, semua jalan bisa ditempuh, yang pentingpertama, tidak sesat, seperti perdukunan dan guna-guna, kedua; tidak dengan maksiat, yaituperkenalan yang tidak mengandung dosa, seperti menjaga aurat, tidak menyepi berdua kalaumau bicara di pasar dan sebagainya. Ta’aruf yang halal menurut Islam untuk menjajaki calon pasangan yang dicari sesuai kriteria agama. Ketiga; melalui perantara orang-orang shalih/ alim.Hal ini lebih baik karena mereka lebih netral, mengetahui konsep agama dan  konsep kafa’ah sehingga sang perantara akan berusaha  mengetahui  calon yang akan dipertemukan,menyangkut agama, keturunan, kedudukan dan tingkat kesetaraan antara keduanya Keempat;adalah dengan shalat istikharah yang   dilakukan ketika belum memiliki kecenderungan pilihan,sebab  kecenderungan itu  akan  membuat istikharahnya terhijab.
 Keempat cara tersebut bisa diambil salah satu, dua atau gabungan semuanya.
1.     Kriteria Wanita Shalihah          
 “Wanita itu dikawini karena empat hal: pertama karena kecantikannya kedua karena hartanya, ketiga karena nasabnya dan keempat karena agamanya, maka pilihlah karenaagamanya, hidupmu akan bahagia  (HR Bukhari dan Muslim)
 Urutan ”cantik, harta, nasab dan agama”  adalah cara bicara Nabi SAW sesuai naluri lawan bicaranya (Al Hadis) yaitu pemuda, sehingga cantik menjadi urutan pertama, padahal urutan dimaksud sebenarnya  dibalik, yaitu “ agama, nasab, kedudukan/harta, baru kecantikan”.  Bahkan Rasulullah SAW melarang dan mengancam  laki-laki yang memilih wanita bukan karena agama:
“Jangan kalian mengawini wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya akan membuatnya sombong. Dan jangan pula karena hartanya, bisa jadi kekayaannya membuat dia melawan, tetapi kawinilah wanita karena agamanya. Sesungguhnya hamba sahaya yang hitam lagi pesek namun beragama  itu lebih baik.”(HR Ibnu Majah)
Agama yang dimaksud bukan hanya ilmu agama (knowledge)  tapi “dzaatuddin”, memiliki kesadaran agama. Pilihan agama berada pada peringkat tertinggi karena pertama;meyakini bahwa perjodohan yang ia alami adalah pilihan Tuhan yag terbaik, sehingga akan berusaha menjaganya, menyelesaikan semua masalah melalui ajaran agama, dan dapat menerima kenyataan hidup dalam rumah tangga dengan modal keyakinan terhadap janji Tuhan sehingga  konsekwensinya harus kuat bertawakkal. Kedua; taat kepada suaminya selama pasangannya itu tidak maksiat kepada Allah, ;  ketiga; menjaga diri dan harta suaminya, dengan menahan diri  belanja sesuatu yang tidak prioritas  dan kurang bermanfaat bagi keluarganya.Keempat; berusaha memberikan kasih sayang kepada suami dengan mensyukuri dan merispon positif, apapun yang diberikan kepadanya (mawaddah).
Mencari gadis yang memiliki keempat potensi tersebut bukan hal mudah, sehingga disamping mengenal betul kehidupan keluarganya, juga tidak dapat mengabaikan  pendekatan spiritual.  
Rahasia  perumpamaan ladang bagi wanita (Al Baqarah: 223) antara lain bahwa ladang lebih menentukan unggulnya  bibit yang akan dilahirkan, daripada  benihnya. Betapapun unggul benih, jika lahannya  gersang, maka disamping  akan banyak memakan biaya dan tenaga, juga tidak mampu menjamin  keunggulan bibit yang akan terlahir.
Wanita beragama mampu menggunakan sifat-sifat  keibuannya hanya untuk membimbing anak-anaknya. Sifat keibuan  wanita ini didukung oleh   dua hal, pertama; wanita itu memiliki rasa cinta  lebih besar  yang  karenanya besar pula pengorbanan  demi anak-anaknya,kedua;  memiliki  kelembutan rasa yang  karenanya  anak-anak lebih dekat dan dalam kehangatan dekapannya (Quraish Shihab). Dua sifat menonjol itu tidak dapat diganti oleh siapapun dan sangat diperlukan bagi pertumbuhan anak. Tetapi jika dua sifat itu tidak untuk anak-anaknya (keluar dari fitrah), maka efek negatifnya justru akan lebih besar. Seperti   rasa cinta wanita terhadap harta, memiliki   resistensi tinggi dalam  persaingan hidup,  atau jikakelembutan rasa yang dimiliki ibu (cerewet) itu untuk suami, maka akan sangat negatif. Ibu cerewet terhadap anak-anaknya sangat positif (Ayah Edi), sedang  cerewet terhadap suami menjadi  sebaliknya.
Adapun memilih wanita karena keturunan yang baik, keuntungannya antara lain,pertama; ia memiiki  genetika yang sangat potensial untuk dibentuk menjadi manusia yang baik,kedua; memiliki sifat-sifat yang telah dibentuk oleh lingkungannya, ketiga; mendapatkan do’a dari nenek moyangnya yang memungkinkan  hati menjadi lunak untuk mendapat bimbingan agama dan kebanaran.
Memilih  wanita karena  kedudukan atau kekayaan pada umumnya, Pertama, kedudukan dan kekayaan (yang wajar) itu berkaitan dengan kecerdasan, pengetahuan dan ketrampilan, Kedua, Kedudukan juga berkitan dengan etika, menjaga adat istiadat dan tata pergaulan alias berbudaya.  
Sedang  memilih wanita karena kecantikannya tidak ada kelebihan kecuali kecantikan itu  sendiri.
2.     Kriteria Laki-laki yang Bertanggung  Jawab 
Pada dasarnya kriteria pertama laki-laki yang baik adalah  sama dengan kriteria wanita yaitu agama,  keturunan, kedudukan dan ketampanan. Hanya saja agama bagi laki- laki, adalah :
a.       Untuk menjaga benih dalam dirinya, tidak dicemari dengan maksiyat-maksiyat.
b.      Membuatnya (secara agama) mampu memilih ladang dan mengolahnya dengan baik, atau memilih dan membimbing  istrinya kelak.
Kriteria  kedua bagi laki-laki adalah memiliki “Qawwam” kemandirian atau tanggung jawab yang didukung  oleh dua hal. Pertama; punya kelebihan diantara laki-laki lain dalam hal tertentu, yang secara subjektif-eksklusif menjadi magnit yang mengikat pasangannya. Kedua;punya harta yang dibelanjakan untuk keluarganya (An Nisa’: 34)
Adapun nasab itu penting  bagi laki-laki, karena  posisinya sebagai pembawa bibit, sehingga laki-laki sebagai petani yang memilih ladang subur, mengolah  sekaligus membawa dan menjaga bibit yang dimiliki.
Wali perempuan  harus mengetahui agama dan tanggung jawab calon menantunya,karena sadar  bahwa kepadanyalah ladang  buah hatinya itu akan diserahkan. (Al Baqarah 223)
Disamping sebagi petani, lakilaki juga dituntut untuk hanya cenderung kepada istrinya bukan menuruti keinginannya kepada wanita lain atau punya kecenderungan seks menyimpang.(QS. Ar Rum: 21) 
Pengertian Kafa’ah
Secara bahasa kafa’ah adalah setara, seimbang atau cocok. Dalam istilah fiqihKafa’ah adalah kecocokan pasangan ditinjau dari segi agama dan status sosial. Tolok ukur kafa’ah pada zaman nabi SAW, disamping agama, lebih tertuju pada status sosial, seperti  laki-laki  merdeka dengan perempuan merdeka, budak dengan budak, bangsawan dengan bangsawan,  rakyat jelata dengan  yang sederajat, dan seterusnya.
Ada tiga  hal yang menjadi standar kafa’ah dalam ajaran Islam, pertama, sama-sama tidak musyrik dan bukan  pezina; kedua, kesetaraan dalam kriteria laki-laki dan wanita sebagaimana penjelasan di atas; ketiga,  kesetaraan ”harga diri”
Menurut pandangan Abu Hanifah, menikah itu adalah jual beli (Bidayatul Mujtahid)yaitu menukar sesuatu dengan harga (nilai) yang seimbang, yang jika diungkapkan dengan kata-kata menjadi “Saya membeli harga diri kamu dengan harga diri saya” artinya apa yang diterima dan yang diberikan oleh laki-laki memiliki bobot nilai yang sepadan dengan apa yang diterima dan yang  diberikan  oleh perempuan.
Kafa’ah  yang diajarkan agama  akan menjamin lestarinya hubungan suami-istrisehingga kafa’ah ini disamping bermanfaat untuk menyempurnakan separuh agamanya ataumenyempurnakan akhlaq, juga bagi pemenuhan kebutuhan hidup baik biologis, psikologismaupun social, sehinggamanfaat tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1.   Jika kecocokan tersebut dalam berpegang pada ajaran agama, maka:
a.  Akan meningkatkan kesabaran dan menghilangkan sifat egois masing-masing serta meningkatkan sifat kasih sayang, saling menghargai, saling mengingatkan/  menasehati dan tolong-menolong.
b.  Semua masalah keluarga yang muncul akan cepat teratasi, karena sama-sama sepakat meninjau masalah tersebut berdasarkan agama, serta  dapat mengatasi semua kesenjangan antara keduanya, seperti perbedaan status social, back ground masing-masing, perbedaan tingkat pendidikan dan  budaya.
c.  Meningkatkan tawakkal dan harapan kepada Allah SWT. Karena dalam hubungan suamiistri ternyata banyak keinginan masing-masing yang  tidak  dapat dipenuhi olehpasangannya, dan manusia  tidak tahu  dengan rencana Tuhan terhadapnya.
2.      Jika kecocokan tersebut dalam status sosial, maka hal ini akan dapat mengurangi konflikyang melibatkan keluarga masing-masing, terutama tidak adanya fihak yang merasagengsinya turun akibat  pernikahan mereka.
3.      Jika kecocokan tersebut pada tingkat pendidikan akan melahirkan saling pengertian, karena masing-masing dapat memahami urusan dan keputusan yang diambil oleh pasangannya.  
4.      Jika kecocokan tersebut dalam hasrat seksualnya, maka akan saling menjaga mood pasangannya sehingga menghindari terjadinya penyelewengan. Dan tentu masih banyak manfaat lain yang tidak mungkin dapat dituangkan dalam  makalah ini.   
Kesimpulan
  1. Mencari calon pasangan hidup tergantung pada motivasi, jalan yang ditempuh, menyadari posisi dirinya,  mengetahui kriteria menurut agama dan mempertimbangkan konsep kesetaraan (kafa’ah)
  2. Pendekatan yang ideal adalah melalui keterpaduan antara emosi, intlektual dan spiritual, sesuai objeknya  yang  memiliki tiga dimensi yaitu fisik, psikhis dan rohani.
  3. Kriteria ideal untuk laki-laki dan perempuan menurut agama telah menggambarkan keseimbangan dalam keberagamaan keduanya, dalam sifat maskulin dan femininnya, dalam tanggungjawab laki-laki dan dukungan kesalihan perempuannya, dan dalam potensi masing-masing untuk  mencurahkan kasih sayang terhadap pasangnnya (mawaddah dan rahmah).
  4. Konsep kafa’ah dalam agama jika dapat direalisasikan akan menjamin lestarinya hubungan suami-istri dan bermanfaat  bagi  penyempurnaan agama atau peyempurnaan akhlaq, dan bagi pemenuhan kebutuhan hidup baik biologis, psikologis maupun social.           


Pilar Penyangga Keluarga Islami

02 Nopember 2014



Mayoritas manusia tentu mendambakan kebahagiaan, menanti ketentraman dan ketanangan jiwa. Tentu pula semua menghindari dari berbagai pemicu gundah gulana dan kegelisahan. Terlebih dalam lingkngan keluarga. Ingatlah semua ini tak akan terwujud kecuali dengan iman kepada Alloh, tawakal dan mengembalikan semua masalah kepadaNya, disamping melakukan berbagai usaha yang sesuai dengan syari'at.
Pentingnya Keharmonisan Keluarga Yang paling berpengaruh buat pribadi dan masyarakat adalah pembentukan keluarga dan komitmennya pada kebenaran. Alloh dengan hikmahNya telah mempersiapkan tempat yang mulia buat manusia untuk menetap dan tinggal dengan tentram di dalamnya. FirmanNya: "dan diantara tanda-tanda kekuasanNya adalah Dia mencipatakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan diajadikanNya diantara kamu rasa kasih sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar Rum: 21)

Ya.supaya engkau cenderung dan merasa tentram kepadanya (Alloh tidak mengatakan: 'supaya kamu tinggal bersamanya'). Ini menegaskan makna tenang dalam perangai dan jiwa serta menekankan wujudnya kedamaian dalam berbagai bentuknya.
Maka suami istri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala datang kegelisahan dan mendapati kelapangan di saat dihampiri kesempitan. Sesungguhnya pilar hubungan suami istri adalah kekerabatan dan pershabatan yang terpancang di atas cinta dan kasih sayang. Hubungan yang mendalam dan lekat ini mirip dengan hubungan seseorang dengan dirinya sendiri. Al Qur'an menjelaskan: "Mereka itu pakaian bagimu dan kamu pun pakaian baginya." (Al Baqarah: 187)

Terlebih lagi ketika mengingat apa yang dipersiapkan bagi hubungan ini misalnya; penddidikan anak dan jaminan kehidupan, yang tentu saja tak akan terbentuk kecuali dalam atmosfir keibuan yang lembut dan kebapakan yang semangat dan serius. Adakah di sana komunitas yang lebih bersih dari suasana hubungan yang mulia ini?

Pilar Peyangga Keluarga Islami

1. Iman dan Taqwa
Faktor pertama dan terpenting adalah iman kepada Alloh dan hari akhir, takut kepada Dzat Yang memperhatikan segala yang tersembunyi serta senantiasa bertaqwa dan bermuraqabbah (merasa diawasi oleh Alloh) lalu menjauh dari kedhaliman dan kekeliruan di dalam mencari kebenaran.

"Demikian diberi pengajaran dengan itu, orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat. Barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaya Dia kan mengadakan baginya jalan keluar. Dan Dia kan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan keperluannya." (Ath Thalaq: 2-3)

Di antara yang menguatkan tali iman yaitu bersungguh-sungguh dan serius dalam ibadah serta saling ingat-mengingatkan. Perhatikan sabda Rasululloh: "Semoga Alloh merahmati suami yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkan pula istrinya lalu shalat pula. Jika enggan maka dipercikkannya air ke wajahnya. Dan semoga Alloh merahmati istri yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkan pula suaminya lalu shalat pula. Jika enggan maka dipercikkannya air ke wajahnya." (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa'i, Ibnu Majah).

Hubungan suami istri bukanlah hubungan duniawi atau nafsu hewani namun berupa interaksi jiwa yang luhur. Jadi ketika hubungan itu shahih maka dapat berlanjut ke kehidupan akhirat kelak. FirmanNya: "Yaitu surga 'Adn yang mereka itu masuk di dalamnya bersama-sama orang yang shaleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya." (Ar Ra'du: 23)

2. Hubungan Yang Baik 
Termasuk yang mengokohkan hal ini adalah pergaulan yang baik. Ini tidak akan tercipt akecuali jika keduanya saling mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.
Mencari kesempurnaan dalam keluarga dan naggotanya adalah hal mustahil dan merasa frustasi daklam usha melakukan penyempurnan setiap sifat mereka atau yang lainnya termasuk sia-sia juga.

3. Tugas Suami
Seorang suami dituntut untuk lebih bisa bersabar ketimbang istrinya, dimana istri itu lemah secara fisik atau pribadinya. Jika ia dituntut untuk melakukan segala sesuatu maka ia akan buntu.
Teralalu berlebih dalam meluruskannya berarti membengkokkannya dan membengkokkannya berarti menceraikannya. Rasululloh bersabda: "Nasehatilah wanita dengan baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk dan bagian yang bengkok dari rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kamu luruskan maka berarti akan mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus saja bengkok, untuk itu nasehatilah dengan baik." (HR. Bukhari, Muslim)

Jadi kelemahan wanita sudah ada sejak diciptakan, jadi bersabarlah untuk menghadapinya. Seorang suami seyogyanya tidak terus-menerus mengingat apa yang menjadi bahan kesempitan keluarganya, alihkan pada beberapa sisi kekurangan mereka. Dan perhatikan sisi kebaikan niscaya akan banyak sekali.
Dalam hal ini maka berperilakulah lemah lembut. Sebab jika ia sudah melihat sebagian yang dibencinya maka tidak tahu lagi dimana sumber-sumber kebahagiaan itu berada. Alloh berfirman; 

"Dan bergaullah bersama mereka dengan patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Aloh menjadikannya kebaikan yang banyak." (An Nisa': 19)

Apabila tidak begitu lalu bagaimana mungkin akan tercipta ketentraman, kedamaian dan cinta kasih itu: jika pemimpin keluarga itu sendiri berperangai keras, jelek pergaulannya, sempit wawasannya, dungu, terburu-buru, tidak pemaaf, pemarah, jika masuk terlalu banyak mengungkit-ungkit kebaikan dan jika keluar selalu berburuk sangka.
Padahal sudah dimaklumi bahwa interaksi yang baik dan sumber kebahagiaan itu tidaklah tercipta kecuali dengan kelembutan dan menjauhakan diri dari prasangka yang tak beralasan. Dan kecemburuan terkadang berubah menjadi prasangka buruk yang menggiringnya untuk senantiasa menyalah tafsirkan omongan dan meragukan segala tingkah laku. Ini tentu akan membikin hidup terasa sempit dan gelisah dengan tanpa alasan yang jelas dan benar.

4. Tugas Istri 
Kebahagiaan, cinta dan kasih sayang tidaklah sempurna kecuali ketika istri mengetahui kewajiban dan tiada melalaikannya. Berbakti kepada suami sebagai pemimpin, pelindung, penjaga dan pemberi nafkah. Taat kepadanya, menjaga dirinya sebagi istri dan harta suami. Demikian pula menguasai tugas istri dan mengerjakannya serta memperhatikan diri dan rumahnya.
Inilah istri shalihah sekaligus ibu yang penuh kasih sayang, pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Juga mengakui kecakapan suami dan tiada mengingkari kebaikannya. Untuk itu seyogyanya memaafkan kekeliruan dan mangabaikan kekhilafan. Jangan berperilaku jelek ketika suami hadir dan jangan mengkhianati ketika ia pergi.
Dengan ini sudah barang tentu akan tercapai saling meridhai, akan langgeng hubungan, mesra, cinta dan kasih sayang. 

Dalam hadits: "Perempuan mana yang meninggal dan suaminya ridha kepadanya maka ia masuk surga." (HR. Tirmidzi, Hakim, Ibnu Majah)

Maka bertaqwalah wahai kaum muslimin! Ketahuilah bahwa dengan dicapainya keharmonisan akan tersebarlah semerbak kebahagiaan dan tercipta suasana yang kondusif bagi tarbiyah.
Selain itu tumbuh pula kehidupan di rumah yang mulia dengan dipenuhi cinta kasih dan saling pengertian anatar sifat keibuan yang penuh kasih sayang dan kebapakan yang tegas, jauh dari cekcok, perselisihan dan saling mendhalimi satu sama lain. Juga tak ada permusuhan dan saling menyakiti.

Lurusnya keluarga menjadi media untuk menciptakan keamanan masyarakat. Bagaimana bisa aman bila ikatan keluarga telah amburadul. Padahal Alloh memberi kenikmatan ini yaitu kenikmatan kerukunan keluarga, kemesraan dan keharmonisannya.
Hubungan suami istri yang sangat solid dan fungsinya sebagai orang tua di tambah anak-anaknya yang tumbuh dalam asuhan mereka, merupakan gambaran umat terkini dan masadepan. Karena itu ketika setan berhasil menceraikan hubungan keluarga dia tidak sekadar menggoncangkan sebuah keluarga namun juga menjerumuskan masyarakat seluruhnya ke dalam kebobrokan yang merajalela. Realita sekarang menjadi bukti.
Semoga Alloh merahmati pria yang perilakunya terpuji, baik hatinya, pandai bergaul (terhadap keluarga), lemah lembut, pengasih, penyayang, tekun, tidak berlebihan dan tiada lalai dengan kewajibannya. Semoga Alloh merahmati pula wanita yang tidak mencari-cari kekeliruan, tidak cerewet, shalihah, taat dan memelihara dirinya ketika suaminya tidak ada karena Alloh telah memeliharanya.

Bertaqwalah wahai kaum muslimin, wahai suami istri. Barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaaya akan dimudahkan urusannya. (Syeikh Shalih bin Abdullah bin Al Humaid).
Semoga bermanfaat, Amin...